IHC PART 1: ANTIBODY & ANTIGEN, FIKSASI, ANTIGEN RETRIEVAL (AR), ENDOGENOUS BIOTIN, ENDOGENOUS PEROXIDASE

Imunohistokimia (IHC) merupakan suatu teknik yang banyak digunakan pada laboratorium veteriner maupun bidang biomedis untuk kepentingan diagnose maupun penelitian. Berikut adalah prosedur standar yang biasa digunakan dalam melakukan IHC (dengan metode avidin biotin complex / ABC method):

Tabel 1. Prosedural standar metode ABC dalam teknik IHC (Ramos-Vara, 2005)


Untuk mempelajari tentang teknik IHC ini kita perlu mengenal lebih lanjut aspek-aspek yang mempengaruhi keberhasilan seperti ikatan antibody dan antigen serta faktor-faktor yang menghalang ikatan tersebut dan faktor-faktor yang menghalang munculnya warna pada jaringan yang diwarnai

ANTIBODY DAN ANTIGEN
Antigen merupakan partikel atau substansi ataupun protein yang ingin kita warnai. Antigen ini nantinya akan berikatan dengan antibody primer. Antibody primer tersebut dapat kita dapati dengan memproduksi sendiri atau umumnya dibeli dari produsen seperti Sigma-Aldrich, Novocastra-Leica biosystems, Thermofisher, Merck Milipore, Santa Cruz Biotechnology Inc, Abcam, Cellsignal, dan lain-lain. Antibody primer yang digunakan dapat berbentuk monoclonal antibody ataupun polyclonal antibody. Monoclonal antibody hanya mengenali satu epitope spesifik, sedangkan polyclonal antibody mengenali multiple epitope (epitope adalah bagian pengenalan pada antigen, sedangkan bagian antibody yang mengenali epitope dikenal sebagai paratope).

Gambar 1. Bagian-bagian antibody (Chemicon International, Inc)

Gambar 2. Polyclonal dan monoclonal antibody (Chemicon International, Inc)

Tabel 2. Perbedaan polyclonal antibody dan monoclonal antibody (Ramos-Vara, 2005)


Pada teknik IHC, antigen di jaringan mungkin dapat tidak terikat dengan antibody yang kita berikan (antibody diberikan secara ditetesi pada jaringan di slide). Hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor yang menghalang pengenalan antibodi terhadap antigen. Adanya kesalahan pemilihan antibody dapat menjadi salah satu penyebab IHC tidak berhasil. Apabila membeli antibody kita harus perhatikan maklumat yang terdapat pada data sheet antibody. Maklumat yang perlu diperhatikan dari data sheet antibody primer tersebut antara lain: species reactivity, tested application dan dilution, detail antibody (monoclonal / polyclonal, host: mouse atau rabbit), storage buffer dan storage condition (refrigerator 4 C atau freezer) serta informasi umum dan metode serta gambaran hasil pewarnaan yang dilampirkan pada data sheet. Berikut adalah contoh data sheet dari Thermofisher untuk antibody primer mouse monoclonal MAP-2 (AP18):

Pemilihan antibody primer sangat berpengaruh terhadap pemilihan antibody sekunder. Apabila antibody primer dalam bentuk mouse monoconal maka antibody sekunder haruslah anti-mouse. Begitu juga bila antibody primer kita adalah rabbit polyclonal maka antibody sekunder kita haruslah anti-rabbit.

 Gambar 3. Ikatan antibody primer dan antibody sekunder

Pada proses perlakuan pada jaringan seperti pengawetan / fiksasi dan bloking (dengan paraffin) juga dapat menutupi epitope bahkan merusak epitope antigen sehingga tidak dapat dikenali oleh antibody. Oleh karena itu, sebelum melakukan IHC kita harus mengetahui dengan detail apakah antigen pada jaringan yang akan kita warnai sensitive apabila diberi perlakuan seperti perendaman alcohol, xylene, dan sebagainya sehingga dapat menyebabkan kerusakan antigen. Dengan begitu kita dapat memutuskan apakah jaringan yang ingin kita teliti dapat dibloking dengan paraffin ataupun secara bloking secara frozen. Untuk antigen yang lebih sensitive terhadap bahan kimia disarankan diblok secara frozen.

Metode yang pernah dilakukan oleh peneliti lain dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memutuskan metode yang ingin digunakan. Kita juga dapat menggunakan maklumat  metode IHC yang tersedia pada data sheet antibody yang akan dibeli (coba pelajari dari beberapa data sheet yang disediakan di website Sigma-Aldrich, Novocastra-Leica biosystems, Thermofisher, Chemicon International, Santa Cruz Biotechnology Inc, dan lain-lain).

PENGARUH FIKSASI TERHADAP ANTIGEN
Fiksasi jaringan merupakan hal yang penting untuk melindungi atau mengawetkan komponen seluler termasuk protein soluble maupun protein structural, mencegah autolysis, dan menstabilkan material seluler terhadap efek perlakuan yang akan diberikan. Namun fiksasi seperti penggunaan formaldehyde dapat menyebabkan perubahan konformasi makromolekul antigen sehingga bagian pengenalan antigen tidak dikenali oleh antibody sehingga menjadi factor penyebab kegagalan IHC. Hal dapat ini berlaku apabila terjadi ikatan formaldehyde dengan antigen. Untuk memperbaiki keadaan ini kita dapat meleraikan ikatan tersebut dengan penggunaan antigen retrieval (AR).

Gambar 4. Formaldehyde dan cross-linking fixatives (Ramos-Vara, 2005)

Gambar 5. Reaksi Formaldehyde terhadap protein (D'Amico et al., 2009)

Gambar 6. Fiksasi alcohol. Alkohol akan berinteraksi dengan protein hydrophobic moieties dan memodifikasi struktur tertiary protein (Ramos-Vara, 2005)


ANTIGEN RETRIEVAL
Berikut adalah beberapa contoh bahan yang dapat digunakan sebagai antigen retrieval.

Tabel 3. Teknik antigen retrieval IHC (D'Amico et al., 2009)
Some examples of chemical and physical approaches used in antigen retrival
Chemical approach
Enzymatic digestion
Proteinase K, trypsin chymotrypsin, pronase, pepsin, N-glycanase F, hyaluronidase
Denaturant and chaotropic treatment
Formic acid, guanidine hydrochloride, guanidine thiocyanate, urea, boric acid, acetic acid, SkipDewaxTM, sodium dodecyl sulfate, citraconic acid
Bleaching (oxidizing treatment)
Periodic acid, hydrogen peroxide, sodium meta periodate
Etching
Sodium (potassium) hydroxide in (m)ethanol
Detergent treatment
Triton X-100


Physical approach
Heat treatment
Source: microwave, autoclave, pressure cooker, steamer, water bath; In solution of: distilled water, sucrose, EDTA, EGTA, TBS, aluminum chloride, zinc sulfate, lead thiocyanate, citrate buffer, borate
Ultrasound treatment

Such a schematic subdivision is not rigorous, because many approaches result by the combination of two or more treatment. For example, most chemical treatments are performed by heat. Furthermore, some substances can show different chemical effects.



Metode antigen retrieval yang sering digunakan dalam IHC adalah enzimatik dan juga heat-induced epitope retrieval (HIER) (Ramos-Vara, 2005). HIER memiliki efek yang baik untuk membantu membuka mask pada epitope (dalam hal mendeteksian antigen) pada preparat yang difiksasi dengan formaldehyde (cross-linking fixative). Larutan yang sering digunakan dalam proses HIER seperti TBS dan citrate buffer. Biasanya slide preparat direndam larutan tersebut dan dipanaskan dengna suhu dan waktu tertentu baik dengan cara di microwave, boiling, steamer, waterbath, incubator dan sebagainya.

Gambar 7. Gambaran HIER: Heat induced epitope retrieval (Ramos-Vara, 2005)

Namun penggunaan HIER memiliki kelemahan yaitu dapat meningkatkan ekspresi endogenous biotin pada sel-sel tertentu pada organ tertentu yang mengandung banyak mitokondria seperti sel hepar, ginjal, glandula mamae, jaringan adiposa dan lien, sehingga menimbulkan efek positif palsu. Namun kelemahan ini hanya muncul pada prosedur tertentu yang dipengaruhi lama dan tingkat suhu yang digunakan pada organ tertentu. Jadi tidak semua organ yang diwarnai IHC dengan prosedur HIER akan menyebabkan timbulnya positif palsu. 

ENDOGENOUS BIOTIN
Positif palsu dapat terjadi akibat endogenous biotin pada jaringan berikatan dengan avidin-biotin peroksidase yang diberikan (ABC). Ikatan endogenous biotin-avidin-biotin-peroksidase selanjutnya bereaksi terhadap kromogen DAB+H2O2 diberikan. Reaksi pada DAB akan menyebabkan sel yang mengandung biotin endogenous berwarna coklat keemasan. Sel yang memiliki biotin endogenous ini mungkin tidak mengandung antigen yang ingin kita warnai karena reaksi ABC-DAB dapat terjadi tanpa ikatan antigen dan antibody (langsung berikatan dengan biotin endogenous).



Gambar 8. Gambaran ikatan antigen-antibody - avidin biotin peroxidase + kromogen dibandingkan dengan ikatan biotin endogenous - avidin biotin peroxidase + kromogen.

Positif palsu dapat dikonfirmasi dengan penggunaan kontrol negative (slide yang diwarnai tanpa antibody primer). Hasil pewarnaan pada kontrol negative yaitu seharusnya tidak adanya warna coklat keemasan pada jaringan (bila menggunaan kromogen DAB yang mengikat avidin biotin kompleks). Bila terjadi peningkatan ekpresi endogenous biotin pada pada control negative juga akan muncul warna coklat keemasan. Bila hal ini terjadi kita perlu melakukan blok endogenous biotin atau mencoba metode lain tanpa penggunaan Avidin-biotin peroksidase.


Gambar 9. Gambaran reaksi antigen-tanpa antibodi primer + avidin biotin peroxidase + kromogen  dibandingkan dengan ikatan biotin endogenous-avidin biotin peroxidase + kromogen.

Blok endogenous biotin dapat dilakukan dengan memberikan avidin dalam jumlah berlebih pada sampel, dengan harapan endogenous biotin dapat diikat oleh avidin. Selanjutnya avidin diikat dengan biotin bebas (biotin yang tidak terikat dengan peroksidase). Hal ini akan mengakibatkan endogenous biotin tidak dapat berikatan dengan avidin-biotin peroksidase yang kita berikan, sehingga DAB yang diberikan tidak akan berikatan dan tidak akan bereaksi terhadap endogenous biotin.


Gambar 10. Gambaran reaksi ikatan biotin endogenous-avidin biotin peroxidase + kromogen dibandingkan dengan ikatan biotin endogenous yang diblok dengan avidin bebas dan biotin bebas.


Sumber avidin bebas seperti putih telur dan sumber biotin bebas seperti skim milk. Untuk memblok endogenous biotin juga dapat menggunakan produk dari produsen antibody seperti dari produk Thermofisher yaitu avidin (Streptavidin atau protein biotin-binding lainnya yaitu Streptavidin (Product No. 21122, 21125), NeutrAvidin Protein (Product No. 31000) atau Avidin (Product No. 21121, 21128) untuk mengikat endogenous biotin. Selanjutya avidin yang telah berikatan dengan endogenous biotin diikat lagi dengan pemberian Biotin seperti D-Biotin (Product No. 29129).

ENDOGENOUS PEROXIDASE
Positif palsu juga dapat terjadi akibat adanya endogenous peroxidase dimana peroxidase pada jaringan ini dapat bereaksi dengan H2O2 yang diberikan bersama DAB sehingga menimbulkan warna coklat pada sel yang mengandung endogenous perosidase. Endogenous peroxidase banyak terdapat pada hemoproteins seperti hemoglobin (sel darah merah), myoglobin (sel otot), cytochrome (granulocytes, monocytes) dan catalases (liver and kidney). Untuk mencegah terjadinya positif palsu pada tahapan awal pewarnaan IHC kita lakukan blok endogenous peroxidase dengan pemberian H2O2. Konsentrasi H2O2 yang diberikan sekitar 0.3 – 3%. Pengencer H2O2 yang sering digunakan adalah distilled water atau aquabidest dan methanol. Penggunaan distilled water lebih murah dan biasanya konsentrasi H2O2 yang digunakan adalah 3% dimana slide biasanya direndam dalam jar berisi larutan ini selam 15-30 menit pada suhu ruang. SEdangkan penggunaan methanol lebih mahal dan konsentrasi H2O2 yang digunakan  adalah 0.3% dengan cara meneteskan larutan tersebut diatas permukaan jaringan pada slide dan disarankan ditutup dengan parafilm agar tidak cepat menguap. Biasanya jaringan dibiarkan selama 5-10 menit pada suhu ruang.


Gambar 11. Reaksi Peroxidase terhadap H2O(Warthington Biochemical Corporation 2015)



Gambar 12. Bloking endogenous peroxidase

Daftar Pustaka
Chemicon International, Inc., Introduction to antibodies 2nd edition

D'Amico .F., Evangelia Skarmoutsou, Franca Stivala, 2009. State of the art in antigen retrieval for immunohistochemistry. Journal of Immunological Methods, 341:1–18

Ramos-Vara, J.A., 2005. Technical Aspects of Immunohistochemistry. Vet. Pathol., 42:405–426

Thermo fisher scientific, MAP-2 AP18 datasheet. Thermoscientific.com/pierce

Worthington Biochemical Corporation 2015 http://www.worthingtonbiochem.com:8080/resources/images/enzyme-manual/HPO/reaction.jpg






Postingan populer dari blog ini

Metabolisme Zinc Pada Manusia Dan Hewan (Anjing & Kucing)

PROSEDUR HISTOLOGI: PEMBUATAN BLOK PARAFFIN DAN PEMOTONGAN

Ultrasonography (Usg) dan Aplikasinya Pada Pemeriksaan Organ Reproduksi Serta Diagnosa Kebuntingan & Foetal Sexing Pada Ternak