Reproduksi Beruang Madu (Sun Bear / Helarctor malayanus)
REPRODUKSI
Kematangan seksual pada beruang madu (H. malayanus) terjadi pada umur 2-3 tahun (Feng dan Wang, 1991). Estrus pertama (pada beruang di penangkaran) adalah pada umur 3.5 tahun namun konsepsi pertama adalah pada 3 tahun kemudian (Dathe, 1970). Siklus estrus dapat terjadi 3-4 kali setahun. Estrus terjadi lebih kurang setiap 3.5 sampai 4 bulan (Frederick et al., 2010). Tingkah laku estrus (lama estrus) biasanya terjadi 1-2 hari namun dapat terjadi hingga 5-7 hari (Johnston et al., 1994). Lama kebuntingan sekitar 95-96 hari (Dathe, 1970; Perth Zoo, 2007) namun terdapat juga laporan yang mengatakan lama kebuntingan beruang madu mencapai 174-240 hari (Ramsay, 2003). Anak yang dilahirkan sekitar 1-2 ekor (Medway, 1969).
Korelasi hormonal terhadap tingkah laku, cytology vagina, serta perubahan vulva
Kondisi reproduksi sangat dipengaruhi oleh factor hormonal. Konsentrasi hormonal tersebut dapat dicerminkan dari keberadaan sel-sel epithelium vaginal sehingga uji cytology vaginal dapat digunakan dalam menjelaskan kondisi reproduksi baik fase siklus estrus maupun waktu ovulasi. Sel-sel eptithelium yang menjadi panduan dalam menentukan kondisi reproduksi seperti sel-sel parabasal, sel intermediate, sel superficial, sel keratin (keratinized cell), sel basophilic dan acidophilic (Frederick et al., 2010).
Berikut adalah gambaran pengaruh hormonal terhadap tingkah laku beruang madu:
Gambar 2. Gambaran pengaruh hormonal terhadap tingkah laku beruang madu. Tahapan kondisi reproduksi dibagi menjadi kondisi dengan estrogen tinggi (HE), saat estrus (E), saat progesterone tinggi (HP), saat progesterone rendah (LP), dan saat progesterone pada level baseline (BP). Kategori tingkah laku yang diamati di bagi menjadi: solitary (berhubungan dengan diri sendiri), stereotypic (tingkah laku dengan pola tertentu yang berulang-ulang), sexual (aktivitas seksual baik sendiri maupun berkaitan dengan beruang lain), social (aktivitas sosial), affliative (aktivitas yang bersifat positif berkaitan dengan beruang lain), agonistic (aktivitas yang bersifat negtif berkaitan dengan beruang lain), dan appetite (berkaitan dengan nafsu makan). Penjelasan kategori tingkah laku secara detail dapat dilihat pada Gambar 3. Pada kondisi estrus (E), frekuensi tingkah laku sexual, affiliative dan social menjadi lebih tinggi. Frekuensi tingkah laku stereotypic juga menjadi lebih tinggi pada saat level hormone progesterone menjadi tinggi (HP) bila dibandingkan dengan saat level estrogen tinggi (HE) atau saat level progesterone di tahap rendah (LP) atau baseline (BP). Saat hormone progesterone tinggi (HP), frekuensi tingkah laku sexual, affliative dan social menjadi lebih rendah (Frederick et al., 2010).
Gambar 3. Penjelasan kategori tingkah laku beruang madu dalam studi hubungannya terhadap kondisi hormonal (Frederick et al., 2010).
Berikut adalah gambaran pengaruh hormonal terhadap gambaran sel-sel epitel pada vaginal beruang madu:
Gambar 4. Gambaran pengaruh hormonal terhadap gambaran sel-sel epitel pada vaginal beruang madu. Tahapan kondisi reproduksi dibagi menjadi kondisi dengan estrogen tinggi (HE), saat estrus (E), saat progesterone tinggi (HP), saat progesterone rendah (LP), dan saat progesterone pada level baseline (BP). Saat level estrogen tinggi atau saat estrus terjadi peningkatan paling banyak pada sel-sel superficial, acidophilic, dan keratin. Jumlah sel-sel superficial, acidophilic dan keratin akan menurun saat level progesterone menjadi tinggi (HP), namun jumlah sel-sel ini akan mulai bertambah setelah level progesterone menjadi rendah (LP) atau kondisi baseline (BP) dan terus meningkat saat level estrogen menjadi tinggi (HE). Saat level progesterone tinggi (HP) terjadi peningkatan paling banyak pada sel-sel parabasal, intermediate dan basophilic. Jumlah parabasal, intermediate dan basophilic akan menurun saat level progesteron menjadi menjadi rendah (LP) atau kondisi baseline (BP) dan terus menurun saat level estrogen menjadi tinggi (HE) dan meningkat saat level progesterone menjadi tinggi (HP) (Frederick et al., 2010).
Berikut adalah gambaran siklus reproduksi beruang madu selama satu tahun berdasarkan gambaran hormonal progesterone dan estrogen, vaginal cytology serta perubahan vulva pada beruang madu:
Gambar 5. Gambaran siklus reproduksi beruang madu selama satu tahun. Hari -10 hingga 355 (hari 0 merupakan saat puncak level estrogen [tanda panah] pertama dari ke-3 siklus). (A) Metabolit hormonal progesterone dan estrogen; (B) Vaginal cytology (pewarnaan); (C) Score perubahan vulva yaitu berdasarkan pembengkakan vulva: 0=sedikit/tanpa pembengkakan dengan lubang vaginal terlihat, 1=terjadi tekanan/turgidity pada labia namun tidak selalu terlihat, 2=pembesaran pembukaan vaginal secara parsial, 3= terjadinya pembukaan secara penuh dan jelas; (D) Vaginal cytology (morphology) (Frederick et al., 2010).
Hormon estrogen akan memacu maturasi serta proliferasi sel-sel superficial dan sel keratin yang berhubungan dengan kondisi estrus. Kondisi estrogen yang tinggi juga berhubungan dengan keberadaan sel-sel acidophilic yang mencerminkan terjadinya penurunan pH vaginal saat estrus atau menjelang ovulasi maupun saat ovulasi. Pada kondisi level estrogen tinggi terlihat adanya pembengkakan vulva, dimana pembengkakan vulva berasosiasi dengan sel keratin dan superficial. Kondisi progesterone yang tinggi berhubungan dengan keberadaan sel intermediate, sel parabasal serta peningkatan sel basophilic yang mencerminkan terjadinya peningkatan pH vaginal atau bersifat basa (alkalis) (Frederick et al., 2010).
BACK TO
BERUANG MADU (SUN BEAR / Helarctor malayanus) Part 2: Data Biologi, Reproduksi, Hematology, Restraint (Anaesthesia), serta Penyakit & Treatment
BACK TO
BERUANG MADU (SUN BEAR / Helarctor malayanus) Part 2: Data Biologi, Reproduksi, Hematology, Restraint (Anaesthesia), serta Penyakit & Treatment