IHC PART 2: IMMUNOLABELLING, IMMUNOPEROXIDASE (HRP), IMMUNOALKALINE PHOSPHATASE (AP), DAN DOUBLE-IMMUNOLABELLING (HRP- HRP ATAU HRP-AP)

IMMUNOLAABELLING

Imunolabelling adalah proses biokimia dimana antibody dilabel agar dapat mendeteksi antigen pada sel atau jaringan. Berikut adalah prosedur sederhana dalam proses immunolabelling:

Gambar 1. Proses Lightning-Link antibody labeling (Innova Biosciences, 2010)

Terdapat beberapa jenis label yang sesuai untuk proses IHC yaitu sebagai berikut:
Tabel 1. Immunoassay dan labelnya (Innova Biosciences, 2010).
Immunoassay
Labels
Immunofluorescence
Fluorescent dyes
Immunohistochemistry
Enzymes, Biotin/Streptavidin

Immunolabelling dapat dibagi menjadi direct dan indirect labelling. Direct labelling berarti label melekat secara ikatan kovalen pada antibody primer, sedangkan indirect labelling berarti label melekat secara kovalen pada antibody sekunder dimana antibody sekunder tersebut nantinya akan berikatan dengan antibody primer saat proses immunoassay (Innova Biosciences, 2010).

Berikut adalah pros (keuntungan) dan cons (kerugian) dari direct dan indirect labelling:
Tabel 2. Pros dan Cons dari Direct VS Indirect labelling (Innova Biosciences, 2010).
Method
Pros
Cons
Direct
Quick methodology since only one antibody is used

Non specific binding of secondary antibody is eliminated
Immunoreactivity of the primary antibody may be reduced as a result of labelling

Little signal amplification

Indirect
Sensitivity is increased because each primary antibody contains several epitopes that can be bound by the labeled secondary antibody, allowing for signal amplification
Non specific binding may occur with the secondary antibody

Extra incubation and wash steps are required in the procedure


Gambar 2. Gambaran direct labelling (A) dan indirect labelling (B) (Ramos-Vara, 2005)

Gambar 3. Gambaran direct labelling dan indirect labelling (Petersen dan Pedersen, 2014)


IMMUNOPEROXIDASE
Teknik IHC menggunakan metode immunoperoxidase (horseradishperoxidase/HRP) berprinsipkan atas ikatan antigen antibody yang dilabel dengan enzim peroxidase dimana enzim ini nantinya akan bereaksi dengan substrate/kromogen dan memberikan gambaran visualisasi keberadaan dan distribusi antigen yang ingin dilihat pada jaringan.

Ada beberapa metode imunoperoxidase yang digunakan yaitu: avidin biotin complex (ABC), streptavidin-peroxidase, dan Peroxidase–antiperoxidase (PAP)

1.    Avidin  Biotin Complex-peroxidase (ABC-HRP)
Metode Avidin Biotin Complex-peroxidase (ABC-HRP) menggunakan enzim peroxidase yang berikatan dengan ikatan biotin avidin (avidin-biotin-peroxidase). Avidin dari ikatan tersebut akan berikatan pada biotin pada antibody sekunder. Peroxidase pada ikatan ABC tersebut akan bereaksi dengan H2O2 yang diberikan bersama kromogen sehingga memberi visualisasi warna pada sel yang mengandung antigen (pada proses awal antigen diikat dengan antibody primer kemudian antibody primer diikat antibody sekunder terbiotinilasi, biotin pada antibody sekunder diikat ABC yang mengandung peroxidase, dan peroxidase pada rangkaian avidin biotin akan bereaksi dengan substrate H2O2 / kromogen).

Salah satu ABC-HRP kit yang sering digunakan adalah Vectastain®ABC Reagent dari Vector Laboratories. Pada kit ini terdapat Reagent A yang mengandung avidin dan reagent B yang mengandung Biotinylated horseradish peroxidase (biotinylated HRP). Penyiapan ABC-HRP dilakukan dengan mencampurkan reagent A kedalam buffer kemudian ditambah reagent B. Campuran ini disiapkan 30 menit sebelum penggunaan.

Gambar 4. Gambaran metode Avidin Biotin Complex-Peroxidase (ABC-HRP) (Ramos-Vara, 2005)

2.   Steptavidin-peroxidase
Metode streptavidin-peroxidase menggunakan enzim peroxidase yang berikatan langsung dengan streptavidin. Steptavidin yang mengandung peroxidase tersebut akan mengenali biotin pada antibody sekunder.  Peroxidase yang pada ikatan streptavidin tersebut akan bereaksi dengan H2O2 yang diberikan bersama kromogen sehingga memberi visualisasi warna pada sel yang mengandung antigen (pada proses awal antigen diikat dengan antibody primer kemudian antibody primer diikat antibody sekunter terbiotinilasi, biotin pada antibody sekunder diikat streptavidin yang mengandung peroxidase, dan peroxidase akan bereaksi dengan substrate H2O2 / kromogen).

 Gambar 5. Gambaran metode Streptavidin-Peroxidase (Ramos-Vara, 2005)

3.   Peroxidase–antiperoxidase (PAP)
Metode peroxidase-antiperoxidase (PAP) menggunakan enzim peroxidase yang berikatan dengan antibodi dimana spesies antibody pada PAP harus sama dengan spesies pada antibody primer yang digunakan. Jika antibody primer adalah mouse monoclonal maka PAP juga harus dalam mouse, begitu juga bila antibody primer adalah dalam spesies rabbit maka antibody pada PAP juga dalam rabbit. Pada metode ini menggunakan antibody sekunder yang tidak terkonjugasi (unconjugated secondary antibody) dimana spesies antibodi sekunder merupakan anti-antibody primer yaitu bila antibody primer adalah mouse maka antibody sekunder adalah anti mouse, begitu juga bila antibody primer adalah rabbit maka antibody sekunder adalah anti rabbit.

Gambar 6. Gambaran metode Peroxidase–antiperoxidase (PAP) (Ramos-Vara, 2005)

Kromogen pada Metode Immunoperoxidase
Terdapat beberapa kromogen yang dapat digunakan pada metode immunoperoxidase (horseradish peroxidase/HRP) untuk menvisualisasikan reaksi antigen antibody, yaitu sebagai berikut:

Tabel 3. Kromogen pada reaksi immunoperoxidase (HRP) seperti diaminobenzidine (DAB), 3-amino-9-ethylcarbazole (AEC), dan 4-chloro-1-naphthol (CN) (Chemicon International, Inc)




Kromogen yang sering digunakan pada metode immunoperoxidase adalah diaminobenzidine (DAB). Apabila peroxidase bereaksi dengan H2O2 + DAB akan memberikan visualisasi warna coklat. DAB tidak larut dalam alcohol sehingga preparat yang diwarnai DAB dapat melewati proses dehydrate dengan alcohol bertingkat.



Gambar 7. Reaksi DAB + H2O2 dan peroxidase

Gambar 8.  Contoh gambaran pewarnaan dengan kromogen DAB pada IHC terhadap P53 (warna coklat) pada Malignat glioma mencit jantan B6C3F1, dengan counterstained dengan Gill’s hematoxylin (warna ungu) (Kim et al., 2005)


Gambar 9.  Contoh gambaran pewarnaan dengan kromogen DAB pada IHC terhadap COX2 pada Breast cancer. Not stained (A), largely weakly stained (B), largely moderately stained (C) dan largely strong stained (D), Counterstain: Hematoxylin (Nes et al., 2010)


Selain DAB, kromogen yang sering digunakan pada metode immunoperoxidase adalah 3-amino-9-ethylcarbazole (AEC). AEC akan memberi visualisasi warna merah pada reaksi antigen antibody. AEC bersifat larut dengan alcohol sehingga tidak dapat melewati perendaman dengan alcohol bertingkat maupun direndam dalam larutan Harris hematoxylin (karena Harris hematoxylin mengandung alcohol). Namun tidak semua larutan hematoxylin dibuat menggunakan alcohol, sehingga preparat yang diwarnai dengan AEC juga dapat di counterstain dengan hematoxylin.


Gambar 10  Contoh gambaran pewarnaan dengan kromogen 3-amino-9-ethylcarbazole (AEC, warna merah). IHC menggunakan antibody CD8 pada otot skeletal mencit dengan metode streptavidine peroxidase conjugate. Frozen section, counterstained dengan hematoxylin (warna ungu) (Go´mez  et al., 1996)


IMMUNOALKALINE PHOSPHATASE
Metode immunoalkaline phosphatase (alkaline phosphatase/AP) berprinsipkan atas ikatan antigen antibody yang dilabel dengan enzim alkaline phosphatase dimana enzim ini nantinya akan bereaksi dengan substrate/kromogen dan memberikan gambaran visualisasi keberadaan dan distribusi antigen yang ingin dilihat pada jaringan.

Ada beberapa metode alkaline phosphatase yang digunakan yaitu: avidin biotin complex –alkaline phosphatase (ABC-AP), streptavidin-alkaline phosphatase dan alkaline phosphatase anti alkaline phosphatase (APAAP)

1.   Avidin  Biotin Complex-alkaline phosphatase (ABC-AP)
Metode Avidin Biotin Complex-alkaline phosphatase (ABC-AP) menggunakan enzim alkaline phosphatase yang berikatan dengan ikatan biotin avidin (avidin-biotin-alkaline phophatase). Avidin dari ikatan tersebut akan berikatan pada biotin pada antibody sekunder. Alkaline phosphatase pada ikatan ABC tersebut akan bereaksi dengan substrate yang diberikan (substrate mengandung phosphate) sehingga memberi visualisasi warna pada sel yang mengandung antigen (pada proses awal antigen diikat dengan antibody primer kemudian antibody primer diikat antibody sekunder terbiotinilasi, biotin pada antibody sekunder diikat ABC yang mengandung alkaline phosphatase, dan alkaline phosphatase akan bereaksi dengan substrate/kromogen).

ABC-AP kit yang sering digunakan pada prosedur IHC adalah Vectastain®ABC-AP Reagent dari Vector Laboratories. Pada kit ini terdapat Reagent A yang mengandung avidin dan reagent B yang mengandung Biotinylated alkaline phosphatase (biotinylated AP). Penyiapan ABC-AP dilakukan dengan mencampurkan reagent A kedalam buffer kemudian ditambah reagent B. Campuran ini disiapkan 30 menit sebelum penggunaan.

Gambar 11.  Gambaran metode avidin biotin complex - alkaline phosphatase (ABC-AP)

2.   Streptavidin-alkaline phosphatase
Metode streptavidin-alkaline phosphatase menggunakan enzim alkaline phosphatase yang berikatan langsung dengan streptavidin. Steptavidin yang mengandung alkaline phosphatase tersebut akan mengenali biotin pada antibody sekunder.  Alkaline phosphatase pada ikatan streptavidin tersebut akan bereaksi dengan substrate yang diberikan (substrate mengandung phosphate) sehingga memberi visualisasi warna pada sel yang mengandung antigen (pada proses awal antigen diikat dengan antibody primer kemudian antibody primer diikat antibody sekunder terbiotinilasi, biotin pada antibody sekunder diikat streptavidin yang mengandung alkaline phosphatase, dan alkaline phosphatase akan bereaksi dengan substrate/kromogen).

Gambar 12.  Gambaran metode streptavidin-alkaline phosphatase (streptavidin-AP)

3.   Alkaline phosphatase anti alkaline phosphatase (APAAP)
Metode alkaline phosphatase anti alkaline phosphatase (APAAP) memiliki prinsip yang sama dengan metode peroxidase-antiperoxidase (PAP). Metode APAAP menggunakan enzim alkaline phosphatase yang diikat dengan antibodi dimana spesies antibody pada APAAP harus sama dengan spesies antibody primer yang digunakan yaitu bila spesies antibody primer adalah mouse maka antibody pada APAAP juga dalam mouse. Pada metode ini juga menggunakan antibody sekunder yang tidak terkonjugasi (unconjugated secondary antibody) dimana spesies antibodi sekunder merupakan anti-antibody primer yaitu bila spesies antibody primer adalah mouse maka antibody sekunder adalah anti mouse.


Gambar 13.  Gambaran metode alkaline phosphatase anti alkaline phosphatase (APAAP) (Cordell et al., 1984).


Kromogen pada Metode Immunoalkaline phosphatase (AP)
Tabel 4. Substrate/kromogen pada reaksi immunoalkaline phosphatase (AP) seperti Naphthol AS B1 phosphate/fast red TR (NABP/FR), Naphthol AS MX phosphate/fast red TR (NAMP/FR), Naphthol AS B1 phosphate/new fuschin (NABP/NF) dan Bromochloroindolyphosphate/nitro blue tetrazolium (BCIP/NBT) (Chemicon International, Inc)


Gambar 14.  Contoh gambaran pewarnaan immunoalkaline phosphatase dengan substare/kromogen Naphthol phosphate/Fast Red. IHC menggunakan antibody polyclonal antiflavivirus pada sel Purkinje yang terinfeksi virus di cerebellum (Mellissa et al., 2004).


Gambar 15.  Contoh gambaran pewarnaan immunoalkaline phosphatase dengan substare/kromogen Bromochloroindolyphosphate/Nitro blue tetrazolium (BCIP/NBT). IHC menggunakan antibody terhadap p-STAT3 pada colorectal adenocarcinoma (Kusaba et al., 2005).



DOUBLE-IMMUNOLABELLING (HRP- HRP ATAU HRP-AP)
Penggunaan teknik double immunolabelling bertujuan untuk melihat atau menganalisis keberadaan maupun distribusi dari 2 antigen yang berbeda pada satu slide jaringan yang sama. Teknik yang digunakan dapat berupa metode immunoperoxidase – peroxidase (HRP-HRP) atau metode immunoperoxidase yang diikuti metode immunoalkaline phosphatase (HRP-AP). Prinsipnya yaitu dilakukan pengulangan metode pewarnaan sebanyak 2 kali namun antibody untuk antigen A harus berbeda spesies dengan antibody yang digunakan untuk antigen B dan keduanya harus diwarnai dengan kromogen yang berbeda warna dan kontras.

Penggunaan teknik IHC HRP-HRP dilakukan dengan 2 kali prosedur pewarnaan HRP. Sebagai contoh pertama-tama dilakukan prosedur lengkap immunopexidase (HRP) pada slide untuk antigen A dengan menggunakan antibody spesies mouse. Setelah prosedur HRP pertama selesai, pada slide yang sama diulang kembali prosedur immunolabelling (HRP) untuk antigen B. Pada antigen B digunakan antibody yang spesiesnya berbeda dengan spesies antigen A, misalnya pada antigen B menggunakan antibody dalam spesies rabbit.

Penggunaan teknik IHC HRP-AP juga memiliki prinsip yang sama dengan HRP-HRP. Pada teknik HRP-AP pertama-tama dilakukan prosedur lengkap untuk immunoperoxidase kemudian dilakukan prosedur untuk immunoalkaline phosphatase. Sebagai contoh pertama-tama dilakukan prosedur lengkap immunopexidase (HRP) pada slide untuk antigen A dengan menggunakan antibody spesies mouse. Setelah prosedur HRP pertama selesai, pada slide yang sama diulang kembali prosedur immunoalkaline phosphatase (AP) untuk antigen B. Pada antigen B juga digunakan antibody yang spesiesnya berbeda dengan spesies antigen A, misalnya pada antigen B menggunakan antibody dalam spesies rabbit.

Gambar 16. Gambaran metode immunolabelling HRP-AP (dimodifikasi dari Vector Laboratories, Inc. 2005)

Gambar 17. Contoh gambaran pewarnaan immunolabelling HRP-HRP pada antigen M2A dan CD34. Antigen M2A diwarnai dengan metode ABC-HRP dengan substrate bewarna ungu dan antigen CD34 diwarnai dengan metode ABC-HRP dengan substrate bewarna biru/abu-abu (Vector Laboratories, Inc. 2005)

Gambar 18. Contoh gambaran pewarnaan immunolabelling HRP-AP pada antigen M2A dan CD34. Antigen M2A diwarnai dengan metode ABC-HRP dengan substrate bewarna merah dan antigen CD34 diwarnai dengan metode ABC-AP dengan substrare bewarna biru (Vector Laboratories, Inc. 2005)

Pada teknik ini sebaiknya keberadaan antigen A dan B yang diwarnai berbeda lokasi terutama keberadaannya pada sel. Misalnya antigen A pada nucleus dan B pada sitoplasma. Hal ini dikarenakan apabila antigen A dan B berada dalam satu lokasi misalnya sama-sama disitoplasma akan terjadi penumpukan warna yang mungkin sulit untuk dianalisis. Untuk kasus yang melibatkan keberadaan antigen yang terletak pada satu lokasi yang sama pada sel disarankan menggunakan metode immunofluorescence karena adanya perbedaan panjang gelombang pada setiap warna fluorescence yang memungkinkan sel pada slide yang sama dapat dilihat dan dianalisa dengan baik dengan mikroskop fluorescence. 

Daftar pustaka

Cordell, J.L., Falini, B., Erber, W.N., Ghosh, A.K., Abdulaziz, Z., Macdonald, S., Pulford, K.A.F., Stein, H., dan Mason, D.Y., 1984. Immunoenzymatic Labeling of Monoclonal Antibodies Using Immune Complexes of Alkaline Phosphatase and Monoclonal Anti-alkaline Phosphatase (APAAP Complexes), The Journal of Histochemistry and Cytochemistry, 32(2):219-229.

Go´mez, R.M., Rinehart, J.E., Wollmann, R., Roos, R.P., 1996. Theiler’s murine encephalomyelitis virus-induced cardiac and skeletal muscle disease. Journal of virology. 70 (12):  8926–8933.

Innova Biosciences, 2010 .http://www.biomol.de/details/IN/Innova_Guide_Antibody_Labeling_ biomol.pdf

Kim, Y., Hong, HH., Lachat, Y., Clayton, N.P., Devereux, T.R., Melnick, R.L., Hegi, M.E, dan Sills, R.C., 2005. Genetic alterations in brain tumors following 1,3-butadiene exposure in B6C3F1 mice. Toxicol Pathol., 33(3):307-12.

Kusaba,T.,  Nakayam, M., Yamazumi, K., Yakata, Y., Yoshizaki, A., Nagayasu, T., dan Sekine, I., 2005. Expression of p-STAT3 in human colorectal adenocarcinoma and adenoma; correlation with clinicopathological factors J Clin Pathol, 58:833-838.

Melissa M. Cushing, Daniel J. Brat,  Mario I. Mosunjac, Randolph A. Hennigar, Daniel B. Jernigan, MD, Robert Lanciotti, Lyle R. Petersen,  Cynthia Goldsmith,  Pierre E. Rollin,  Wun-Ju Shieh, Jeannette Guarner, and Sherif R. Zaki, 2004.  Fatal West Nile Virus Encephalitis: Pathologic Findings. American Journal of Clinical Pathology. 121(1)

Nes , J.G.H.V.,  Esther M. de Kruijf , Dana Faratian , Cornelis J. H. van de Velde, Hein Putter , Claire Falconer , Vincent T. H. B. M. Smit, Charlene Kay , Marc J. van de Vijver , Peter J. K. Kuppen , John M. S. B. 2010.COX2 expression in prognosis and in prediction to endocrine therapy in early breast cancer patients,  Breast Cancer Res Treat, Springer

Petersen, K., dan Pedersen, H.C., 2014. Part I: The Staining Process, Detection Methods. Chapter 6. Agilent technologies. Dako. http://www.dako.com/ihc-guidebook-detection-methods-chapter6.pdf

Ramos-Vara, J.A., 2005. Technical Aspects of Immunohistochemistry. Vet. Pathol., 42:405–426


Vector Laboratories, Inc. 2005. Discovery through color A Guide to Multiple Antigen Labeling http://www.vectorlabs.com


Postingan populer dari blog ini

Metabolisme Zinc Pada Manusia Dan Hewan (Anjing & Kucing)

Ultrasonography (Usg) dan Aplikasinya Pada Pemeriksaan Organ Reproduksi Serta Diagnosa Kebuntingan & Foetal Sexing Pada Ternak

PROSEDUR HISTOLOGI: PEMBUATAN BLOK PARAFFIN DAN PEMOTONGAN