MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis)
Pendahuluan
Sejak tahun 70an, monyet ekor panjang (MEP) yang dalam bahasa latin disebut Macaca fascicularis diekspor dari Indonesia untuk keperluan riset biomedik dan penelitian psikologi. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) banyak dimanfaatkan sebagai hewan model karena secara anatomi maupun fisiologi mempunyai kemiripan dengan manusia dibandingkan hewan model lain, sehingga untuk pengujian suatu obat atau bahan biologis akan mendapatkan gambaran yang mirip apabila digunakan pada manusia (Sajuthi et al., 1997).Karena jumlahnya yang terbatas, penggunaan primata ini dalam penelitian terbatas atau hanya digunakan dalam jumlah sampel yang sedikit, tidak seperti tikus atau mencit yang digunakan dalam jumlah yang besar.
Gambar 1. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) (Primate info net, 2006).
Klasifikasi
Monyet ekor panjang diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Classis : Mammalia
Ordo : Primates
Sub Ordo : Anthropoidae
Infra Ordo : Catarrhini
Super Familia : Cercopithocoidae
Familia : Cercopithecidae
Sub Familia : Cercopithecinae
Genus : Macaca
Species : Macaca fascicularis (Bonadio, 2000; Cawthon, 2006).
Monyet ekor panjang merupakan jenis monyet yang mempunyai panjang ekor (antara 400-655 mm) lebih kurang sama dengan panjang tubuh (antara 385-648 mm) dengan warna rambut bervariasi, mulai dari abu-abu sampai kecoklatan dengan bagian ventral berwarna putih dan anak yang baru lahir berambut kehitaman. Berat tubuh MEP jantan dewasa antara 3,5-8 kg, betina dewasa sekitar 3 kg dengan masa kebuntingan 153-179 hari atau rata-rata 24 minggu dan umumnya melahirkan satu ekor anak sekelahiran (Supriatna dan Wahyono, 2000).
Status konservasi MEP berdasarkan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) termasuk kategori appendix II, artinya satwa tersebut dapat diperdagangkan tanpa merusak kelangsungan hidup mereka dengan cara tidak mengambil langsung di alam sesuai peraturan tentang perdagangan internasional dan dilakukan monitoring terhadap perdagangan satwa tersebut (Soehartono dan Mardiastuti, 2002). Pengurangan habitat MEP untuk berbagai keperluan serta penangkapan langsung dari habitatnya untuk dijadikan hewan percobaan atau peliharaan merupakan sisi lain dari terganggunya populasi satwa ini di alam. Habitat primata di alam telah hilang sekitar 70%, semula seluas 217.981 km2, sekarang tinggal lebih kurang 73.371 km2.
Monyet ekor panjang sering dianggap sebagai hama bagi penduduk di lahan pertanian karena kadang merusak tanaman padi, jagung, perbenihan karet, dan pohon buah-buahan. Sampai saat ini ada 2 pulau di Indonesia yang dipakai untuk membudidayakannya, salah satunya adalah Pulau Tinjil di selatan Jawa Barat (Supriatna dan Wahyono, 2000). Monyet ekor panjang merupakan satwa yang sering digunakan dalam percobaan biomedik (Supriatna dan Wahyono, 2000).
Daftar Pustaka
Primate Info net, 2006. http://pin.primate.wisc.edu/factsheets/entry/long-tailed_macaque/consBonadio, C., 2000. Macaca Fascicularis. http://animaldiversity.ummz.umich.edu/ site/account/information/macaca_fascilularis (diakses 4/09/2007).
Cawthon, L.K.A., 2006. Primate Factsheets: Long-tailed macaque (Macaca Fascicularis) Taxonomy, Morphology, and Ecology. http://pin.primate. wisc.edu/factsheets/entry/longtailed_macaque (diakses 11/07/2007).
Sajuthi, D., Yusuf, T.L., Mansjoer, I., Lelana, R.P.AA., dan Suparto, I.H., 1997. Kursus Singkat Penanganan Satwa Primata Sebagai Hewan Laboratorium, Denpasar, Bali.
Soehartono, T., dan Mardiastuti, A., 2002. CITES Implementation in Indonesian, Nagao Natural Environment Foundation, Jakarta.
Supriatna, J., dan Wahyono, E.H., 2000. Primata Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.