SEL LANGERHANS SEBAGAI BAGIAN DARI RESPON IMUN BAWAAN
Pendahuluan
Jaringan mukosa dan kulit merupakan organ yang sering terekspos oleh lingkungan luar sehingga harus dapat berperan sebagai barrier atau pertahanan awal terhadap masuknya pathogen. Masuknya pathogen perlu menembus barrier fisik seperti stratum corneum, dan lapisan epidermis lainnya yang terletak lebih dalam ataupun lapisan mukosa dari jaringan mukosa yang mengandung agen antimicrobial (Proksch et al., 2008). Selain itu terdapat barrier yang lebih spesial yaitu adanya sel-sel imun yang mensurvei pathogen yang masuk yaitu oleh sel dendritik yang pada kulit, khususnya pada bagian epidermis yang dikenal dengan nama sel langerhans [Langerhans cell (LC)] (Merad et al., 2008).
Peranan Sel Langerhans
Sel langerhans merupakan sel dendritik yang dapat dijumpai pada lapisan epidermis terutama pada stratum epithelium squamous. LC berperan sebagai antigen presenting cell (APC) yang dapat mengenali benda asing dengan prosesusnya yang panjang berbentuk seperti dendrit pada sel syaraf yang fungsinya untuk menangkap antigen (Merad et al., 2008). Arah prosesus LC tersebut terbagi dua yaitu horizontal dan vertikal. Prosesus horizontal memungkin LC melakukan sampling di sebagian besar area epidermis dan kontak dengan keratinosit untuk menangkap patogen yang masuk ke epidermis, self antigen dari keratinosit dan epidermal-resident self antigen sel type seperti antigen tumor dari neoplasia epidermis. Sedangkan prosesus vertikal memiliki akses ke stratum corneum yang juga menangkap antigen dari permukaan kulit atau yang terdekat atau pun di bagian lamina propia mukosa pada usus yang juga mensampling isi luminal (Rescigno et al., 2003; Kubo et al., 2009). Pada situasi ini LC juga mensampling mikroorganisme komensal (Kaplan, 2010).
LC yang menangkap antigen kemudian akan bermigrasi ke nodus limfatikus untuk bertemu dengan sel T guna memacu timbulnya respon imun perolehan. Hal ini menunjukkan LC sebagai barrier awal yang berperan respon bawaan yang melawan pathogen yang masuk dan menginduksi respon perolehan (Merad et al., 2008).
Langerhans cell (LC) versus dermal DC (dDC)
LC merupakan dendritik sel yang terdapat pada epidermis, sedangkan dendritik sel yang terdapat di dermis dikenal dengan nama dermal DC (dDC) yang dibagi lagi menjadi dermal langerin+ DCs dan dermal langerin– DCs (Kaplan, 2010)
Tabel 1. Komperasi marker LC, dCD, dan CD8+ DCs (Kaplan, 2010).
Epidermal LCs
|
Dermal
langerin +DCs
|
Dermal
langerin –DCs
|
CD8+ DCs
| |
Tissue of residence
|
Skin, epidermis
|
Skin, dermis
|
Skin, dermis
|
LN, Spleen, Thymus
|
Langerin
|
+++
|
+++
|
-
|
Strain dependent
|
CD8
|
-
|
-
|
-
|
+
|
CD103
|
-
|
+/hetrogenous
|
-
| |
CD11b
|
+
|
-
|
Hetrogenous
| |
Ep-Cam
|
+
|
-
|
-
| |
Origin in chimeras
|
host
|
Donor
|
Donor
|
Donor
|
Ekspresi Molekul LC Sebelum dan Setelah Maturasi
LC mengekspresikan molekul pada permukaan selnya seperti CD1a, E-cadherin, dan langerin (Merad et al., 2008). LC merupakan satu-satunya sel yang mengekspresikan MHC II di epidermis. LC juga mengekspresikan C-type lectin, langerin yang bertanggung jawab dalam menghasilkan granula Birbeck’s yang merupakan ultrasuruktur hallmark pada LC (Bursch et al., 2007 dan Henri et al., 2010).
Setelah LC menangkap antigen, akan terjadi perubahan fenotif. LC akan mengalami maturasi dimana terjadi peningkatan ekspresi MHC I dan II, co-stimulatory CD80, CD86, CD40, serta penurunan ekspresi langerin dan E-cadherin pada permukaan sel (Merad et al., 2008). Menurut Bursch et al. (2007) dan Henri et al. (2010), LC yang bermigrasi ke dermis dapat diidentifikasi pada ekspresi langerin, molekul epithelial cell adhesion (EpCam), dan CD11b, serta absen dari ekpsresi CD8 dan CD103.
Peranan LC Setelah Teraktivasi
Aktivasi LC akan menghasilkan pembebasan sitokin dan khemokin, peningkatan regulasi lymph node homing receptor C-C chemokine receptor (CCR)7 yang menginduksi migrasi LC melalui limfatik ke nodus limfatikus perifer. Di nodus linfatikus perifer, LC akan mempresentasikan antigen yang telah diproses (peptid) melalui molekul MHC I dan II ke sel T sehingga terjadi kompleks MHC-peptid-sel T reseptor yang menginisiasi aktivasi sel T untuk mengeleminasi pathogen (Geijtenbeek dan Gringhuis, 2009).
Pattern-recognition receptors (PRRs) pada LC
Peranan LC dalam sistem imun bawaan memiliki peranan yang penting dalam melawan pathogen termasuk virus, yang terlihat dari ekpresi pola reseptor spesifik yang dimilikinya yaitu yang dikenal dengan istilah pattern-recognition receptors (PRRs). PRRs penting dalam pengenalan antigen asing atau pathogen yaitu mengenali pada pathogen-associated molecular pattern (PAMPs) yang merupakan pola molekul yang diekpresikan oleh pathogen (Marein et al., 2010)
PRR yang penting dalam mendukung fungsi LC sebagai sel respon imun bawaan yaitu Toll-like reseptor (TLR) dan C-type lectin Langerin (Marein et al., 2010).
1. Toll-like Reseptor (TLR)
TLRs mengenali perbedaan klas pada patogen dan dapat menginduksi aktivasi imun sel-sel dendritik termasuk LC. Berikut adalah pengenalan TLRs berdasarkan O’Neill (2004):
- TLR1, 2, dan 6 mengenali bakteri gram postif dan mycobacterium
- TLR4 mengenali bakteri gram negative
- TLR5 mendeteksi bakteri berflagella
- TLR3 mengenali dsRNA pada vesikel intraseluler
- TLR7, 8 mengenali ssRNA pada vesikel intraseluler
- TLR9 mengenali unmethylated CpG oligonucleotides pada DNA.
Epidermal LC mengekspresikan TLR1, 2, 3, 6, dan 7, serta pada level rendah TLR8, dan tidak mengekspresikan TLR4, 5, atau 9. Hal ini menunjukkan LC yang terletak pada epidermis berrespon terhadap virus tetapi tidak pada semua bakteri seperti gram negative dan bakteri berflagella (Flacher et al., 2006; van der Aar et al., 2007)
LC seperti halnya sel-sel dendritik di dermis dapat teraktivasi oleh infeksi oleh beberapa bakteri yang kan menginduksi imun perolehan yang akan mengeleminasi patogen. Kemampuan respon LC terhadap ligan TLR pada bakteri dipengaruhi oleh pada lokasinya dimana ia berperan sebagai pertahanan pertama bila kulit mengalami abrasi dan mempersiapkan respon yang lebih kuat bagi sistem imun perolehan (Furio et al., 2009).
LC memiliki respon yang rendah terhadap fungi dikarenakan ekspresi TLR2 pada LC rendah. Respon imun bawaan biasanya tidak efektif dalam mengeleminasi virus, namun LC memiliki respon imun yang kuat setelah TLR3 terpacu (Furio et al., 2009).
2. C-type lectin
C-type lectin merupakan family reseptor yang mengikat ligand glycosylated yang diekspresikan oleh pathogen. Fungsi C-type lectin begitu luas yaitu sebagai mediating cell-cell adhesion, migrasi, endositosis antigen (Geijtenbeek dan Gringhuis, 2009).
3. Langerin
Pada manusia, langerin (CD207) diekpresikan pada LC dan dijadikan penanda pada LC (Valladeau et al., 2000). Langerin mengandung calcium-dependent carbohydrate recognition domain (Chatwell et al., 2008). Aktivitas langerin dibutuhkan untuk pembentukan granula Birbeck (Kissenpfennig et al., 2005). Sedikit informasi tentang fungsi dari granula Birbeck, namun dalam suatu penelitian menunjukkan lipoprotein mycobacterium ditangkap oleh langerin pada molekul CD1a di granula Birbeck. Hal ini menunjukkan monnosylated lipoprotein dapat ditangkap langerin melalui granula Birbeck untuk diproses melalui non-classical antigen presentation pathway (Marein et al., 2010).
Peranan langerin sebagai PRR yaitu langerin memiliki spesifikasi pada mannose, fucose, dan N-acetyl-glocosamine (GlcNAc) monosccharida (Stambach dan Taylor, 2003). PRR pada langerin memiliki kesamaan dengan DC Spesific ICAM-3-Grabbing Non-Integrin (DC-SIGN) yang juga beinteraksi dengan struktur mannose dan fucosa. DC-SIGN merupakan ekpresi molekul pada subepithelial sel dendritik yang memiliki PRRs yang penting pada infeksi virus plethora, bakteri, fungi, yang berperan dalam pada adhesi, presentasi antigen, immunomodulator, dan disseminasi pathogen (Geijtenbeek dan Gringhuis, 2009).
Tabel 2. Perbedaan Langerin dan DC-SIGN (Marein et al., 2010).
Langerin
|
DC-SIGN
| |
Cell type
|
Langerhans cell
|
DCs, makrofag
|
Location
|
Epidermis, mucasa pada lapisan epithelium squamus
|
Dermis, subdermis, mukosa rektum, nodus limfatikus
|
Carbohydrate recognition
|
Mannose, (α-1,2-linked) fucose, GlcNAc, ß-glucan, sulfated glycans
|
Mannose, fucose. GlcNAc
|
Oligomerization
|
Trimers
|
Tetramers
|
Pathogen binding
|
HIV-1, HVS. mycobacterial ManLam, C. albicans. S. cerevisiae, Ma. fusfur
|
HIV-1, HVS. mycobacterial ManLam, C. albicans. S. cerevisiae, virushepatitis C, Schistisamona mansoni, Helicobacter pylori,
|
Characteristic
|
Induksi permbentukan Birbeck granula
|
Adhesion receptor
|
Gambar 1. Langerin sebagai PRR bagi virus, mycobacterial, dan fungi (Marein et al., 2010).
Peranan LC dalam beberapa kasus penyakit
1. HIV
LC diduga berperan dalam infeksi HIV. ekpresi molekul langerin pada LC dapat berperan dalam menangkap HIV yang kemudian virus mengalami internalisasi dan degradasi oleh granulas Birbeck. Internalisasi HIV yang cepat dapat mencegah fusi CD4 dan CCR5 sehingga mencegah LC terinfeksi HIV dan menyebabkan virus terdegradasi (de Witte et al., 2007). Namun LC juga dapat diduga menjadi media transmisi HIV ke sel T. Tingginya virus yang di hasilkan dapat menyebabkan saturasi langerin sehingga LC dapat terinfeksi via CD4 dan CCR5 (Marein et al., 2010).
Gambar 2. Peranan LC terhdp infeksi HIV. (a) immature LC mengekpresikan langerin dan menangkap HIV dan terjadi internalisasi dan virus dapat didegradasi oleh granula Birbeck. (b) Kondisi dimana ekpresi langerin di blok dan menurun sehingga HIV dapat menginfeksi LC via CD4 dan CCR5 dan bertransmisi ke sel T. (c) Aktivasi LC oleh TLR agonis meningkatkan penangkapan HIV dimana kondisi lengerin diblok menyebabkan HIV menginfeksi LC dan bertransmisi ke sel T. (d) sekresi mediator inflamasi dari sel epitel seperti TNF-α juga dapat meningkatkan infeksi HIV ke sel LC sehingga juga menurunkan fungsi langerin (Marein et al., 2010).
2. Contact Hypersensitivity (CHS)
Contact Hypersensitivity (CHS) merupakan model alergi dermatitis pada mencit yang terjadi akibat kontak kulit terhadap alergan seperti nikel dan lain-lain yang menimbulkan respon. Pada percobaan mencit dapat disensitized dengan molekul organic hapten yang berukuran kecil yaitu 2-nitrofluorobenzene (DNFB). Hasil menunjukkan LC memiliki fenotif supresor yang menghambat perkembangan Th1 dan Th17 (Kaplan., 2010) Hal ini menunjukkan LC berperan sebagai APC yang membawa antigen yang telah diproses ke sel T di nodus limfatik perifer namun LC menghasilkan sitokin yang bersifat supresi bagi sel T CD4 dan CD8, bukan sebagai aktivasi sel T.
Gambar 3. Partisipasi LC dalam CHS. LC yang berada di epidermis dapat menangkap hapten (segitiga biru) dalam waktu yang cepat setelah hapten diberikan. tiga hari setelah pemberian menunjukkan LC bermigrasi ke nodus limfatikus (LN) dan bertemu dengan sel T CD4. LC menghasilkan IL-10 yang bersifat supresi terhadap perkebangan efektor sel T CD4 dan CD8 (Kaplan, 2010).
Kesimpulan
Sel langerhans (LC) merupakan bagian dari respon imun bawaan yang terletak di epidermis yang berperan penting sebagai pertahanan pertama dalam menghadapi pathogen yang dilengkapi dengan ekspresi molekul sebagai PRRs seperti TLR, C-type lectin Langerin yang merupakan reseptor yang penting dalam pengenalan dan mengikat pathogen yang nantinya akan diproses sehingga LC dapat berperan sebagai APC yang akan mempresentasikan antigen (peptid) kepada sel-sel imun perolehan yaitu limfosit T di nodus limfatikus perifer baik sebagai aktivasi maupun supresi dari sel T.
Daftar pustaka
Bursch et al., 2007. Identification of a novel population of langerin+ dendritic cells. J. Exp. Med. 204: 3147-3156.
Chatwell et al., 2008. The carbohydrate recognition domain of langerin reveal high structural similiarity with one of DC-SIGN but an additional, calcium independent sugar-binding site. Mol. Immunol. 45:1981-1994.
de Witte et al., 2007. Langerin is a natural narrier to HIV-1 transmission by Langerhans cell. Nat. Med. 13: 367-371.
Flacher et al., 2006. Human langerhans cells express a specific TLR profile and differentially respond to viruses and gram-positive bacteria. J. immunol. 177:7959-7967.
Furio et al., 2009. Poly(I:C)Treated human langerhans cells promote the differentiation of CD4+ T cells producing IFN-gamma and IL-10. J. invest. Dermatol. 129:1963 1971.
Henri et al., 2010. CD207+ CD103+ dermal dendritic cell cross-present keratinocyte-derived antigen irrespective of the presence of langerhanscell. J. Exp. Med. 207:189-206.
Geijtenbeek dan Gringhuis, 2009. Signalling through C-type lectin receptor: shaping immune responses. Nat. Rev. Immunol. 9:465-479.
Kissenpfennig et al., 2005. Disturption of the langerin/CD207 gene abolishes Birbeck granulas without a marker loss of langerhans cell function. Mol. Cell Bol. 25:714-717.
Kubo et al., 2009. External antigen uptake by langerhans cell with reorganization of epidermal toght junction barriers. J. Exp. Med. 206:2937-2946.
Kaplan, D.H., 2010. In vivo function of langerhasn celland dermal dendritic cells. Trends in immunology. 31(12):446-451.
Marein et al., 2010. Langerhans cell in innate defence againts pathogens. Trends immunology. 31(12):452-459.
Merad et al., 2008. Origin, homeostatis and function of Langerhans cell and other angerin-expressing dendritic cell. Nat. Rev. Immunol. 8:935947.
O’Neill, 2004. TLRs: Professor Mechnikov, sit on your hat. Trends Immunol. 25:687-693.
Proksch et al., 2008. The skin: an indispensable barrier. Exp. Dermatol. 17: 1063- 1072.
Rescigno et al., 2003. Identification of a new mechanism for bacterial uptake at mucosal surfaces, which is mediated by dendritic cells. Pathol.Biol. (Paris).51:69-70.
Stambach dan Taylor, 2003, Characterization of carbohydrate recognition by langerin, a C-type lectin of langerhans cells. Glycobiology. 13: 401-410.
Valladeau et al., 2000. Langerin, a novel C-type lectin spesific to langerhans cells, is an endocytosis reseptor that induced the formation of Birberck granula.Immunity.12:71-81.
van der Aar. A.M et al., 2007. Loss of TLR2,TLR4, and TLR5 on langerhasn cells abolishes bacterial recognition .J. Immunol. 178: 1986-1990.