Patogenesis Theiler’s Murine Encephalomyelitis Virus
Patogenesis
Infeksi TMEV dapat terjadi pada koloni dengan transmisi fecal-oral. Virus akan masuk ke saluran pencernaan melalui ikatan dengan reseptor sialic acid pada sel M di lamina epithelium mukosa intestinal (Tsunoda et al., 2009) dimana keberadannya di epithelium intestinal tidak menimbulkan gambaran patologi, selain itu virus dapat dilindungi oleh isi intestinal dan dapat bertahan di intestinal tanpa menunjukkan gelaja klinis pada mencit (asimtomatis) (Rozengurt dan Sanchez, 1993). Bila kondisi imun menurun akan memberi kesempatan pada virus untuk dapat masuk ke sirkulasi darah, dan dapat menuju otot skelet serta jantung sehingga menimbulkan inflamasi pada otot skelet dan jantung (Gomes et al., 1996). Selain itu virus juga menuju sistem syaraf pusat ke medulla spinalis, brain stem, dan juga di otak seperti di thalamus (Ha-Lee et al., 1995 ), hippocampus (Campbell et al., 2001; Tsunoda dan Fujinami 2010). Namun virus dapat menginfeksi makrofag sebagai media untuk replikasi dan menuju ke SSP (Lipton et al., 2005).
Replikasi TMEV (gambar 2) terjadi di makrofag dan oligodendrosit (gambar 3). Pada strain BeAn yang menginfeksi makrofag dapat menginduksi apoptosis saat replikasi dengan mengaktifkan caspase 3 atau melalui jalur interferan (IFN) yang mengaktifkan makrofag pada reseptor TNF yang berhubungan dengan TNF-related apoptosis-inducing ligands TRAIL (Lipton et al., 2005).
Gambar 2. Gambaran transkipsi dan translasi Theiler’s murine encephalomyelitis virus (TMEV). Virus masuk ke sel (makrofag maupun oligodendrosit) melalui ikatan dengan reseptor dan genome dibebas dari kapsid. Kemudian dilakukan sintesis protein dan enzim yang dibutuhkan untuk replikasi, transkripsi. Poliprotein P akan dibentuk protein untuk membentuk kapsid yang akan menbungkus perangkaian genome yang telah mengalami poliadenilasi dan telah memiliki VPq, kemudian virus dibebas dari sel bersamaan dengan terjadinya apoptosis (Carter dan Saunders, 2007).
Gambar 3. Gambaran infeksi Theiler’s murine encephalomyelitis virus (TMEV) pada makrofag dan oligodendrosit yang menginduksi sel lisis atau apoptosis pada lebih pada high neurovirulensi strain (Tsunoda dan Fujinami 2000; Lipton et al., 2005).
Gambar 4. Peranan mediasi Th1 CD4+ yang bersifat pro infalamasi terhadap kejadian demyelinasi akibat infeksi Theiler’s murine encephalomyelitis virus (TMEV) dengan low neurovirulensi strain. Disirkulasi, monosit yang memfagosit TMEV akan memproses TMEV menjadi peptid yang akan dipresentasikan ke sel limfosit T, sehingga sel T akan berdiferensiasi menjadi Th1 yang sifatnya lebih aktif menghasilkan sitokin (IL2, IFNγ) yang sifatnya meningkatkan aktivitas makrofag. Monosit yang masih terifeksi dapat menembus bloodbrain barrier dan setelah masuk ke jaringan berubah menjadi makrofag. Makrofag yang terlalu aktif akibat level IFNγ yang terlalu tinggi menyebabkan makrofag memfagosi myelin (autoimun) dan terjadi demyelinasi (Tsunoda dan Fujinami 2010; Lipton et al., 2005).
Pada fase akut, replikasi virus terjadi di area substansia grisea, menyebabkan penyakit seperti poliomyelitis. Pada fase kronis, di otak replikasi menurun setelah 5 hari post infeksi yang paralel dengan respon imun yang muncul, namun hari ke 15 post infeksi di medulla spinalis replikasi RNA virus mulai meningkat yang diikuti juga dengan peningkatan sitokin dan kemokin yang menyebabkan inflamasi dan terjadi demyelinating akibat inflamasi tersebut. TMEV specific delayed-type hypersensitivity (DTH) mediated by MHC class-II restricted CD4+ Th1 T cells ini bertanggung jawab terhadap terjadinya demyelinating pada fase kronis (Lipton et al., 2005). Terjadinya akut myelitis (Kohanawa et al., 1995) dan demyelinasi di substransia alba pada medulasi spinalis sebagai lower motor control menyebabkan berasosiasi dengan kejadian paralisis pada kaki belakang yang tampak pada kejadian akibat infeksi TMEV (Rozengurt dan Sanchez, 1993).