Restraint dan Anesthesia Beruang Madu (Sun Bear / Helarctor malayanus)



RESTRAINT dan ANAESTHESIA

Metode restraint adalah salah satu prosedur yang penting bila ingin melakukan penanganan secara langsung kepada beruang madu. Beruang dewasa dapat di restraint menggunakan obat anastetic. Ibu beruang yang akan di restraint sebaiknya tidak dipisahkan dari anaknya sebelum di anastesi karena kemungkinan dapat menyebabkan stress (dimna tingkat stress tergantung oleh factor individual). Restraint anak beruang dengan berat kurang dari 25 kg tidak perlu menggunakan obat anastetic, anak beruang dapat di restraint secara fisikal menggunakan jaring atau selimut (Shury, 2007)

Beruang dewasa harus di anastesi dan diberi perlakuan saat beruang tidak dapat bergerak lagi sehingga memberi keamanan kepada operator serta mengurangkan tingkat stress saat terjadinya kontak perlakuan antara hewan dan operator. Beruang dapat dianastesi menggunakan senapang (firearm). Meskipun beruang yang akan diberi perlakuan anastesi berstatus sehat (beruang yang ingin di monitor tingkat kesehatan atau hanya ingin melakukan pengambilan sampel tertentu), saat melakukan tindakan pembiusan, dokter hewan harus melengkapi kotak obatnya dengan antibiotic, peralatan pembalut luka, serta agent antiseptic sebagai standar prosedur dikarenakan saat penangkapan hewan mungkin dapat terjadi kecederaan kepada hewan atau terjadi hal lain yang tidak diperkirakan.

Jenis anastetic yang dapat digunakan pada beruang madu
Terdapat beberapa jenis anastetic serta kombinasinya yang digunakan pada beruang madu seperti tiletamine-zolazepam, kombinasi tiletamine-zolazepam dan medetomidine, kombinasi tiletamine-zolazepam dan xylazin HCl, serta isoflurane. Tiletamine-zolazepam merupakan kombinasi anastesi dan tranquilizer. Titelamin merupakan anastetic (seperti halnya ketamin) sedangkan zolazepam merupakan tranquilizer (seperti halnya diazepam) (Plumb, 2005). Medetomidine merupakan alpha-adrenergic agonist yang memberi efek sedasi (sedative), relaksasi otot serta analgesia visceral. Xylazine juga merupakan merupakan alpha-adrenergic agonist yang bekerja sebagai sedative dan relaksan otot (relaksasi) serta memberi efek analgesia visceral yang baik.  Sedangkan Isoflurane merupakan volatile halogenated ether yang merupakan anastetic gas yang sesuai digunakan untuk menginduksi serta menjaga kondisi anaesthesia (Tennant, 2002).

Dosis anastetic yang dapat digunakan pada beruang madu
  • tiletamine-zolazepam. Dosis yaitu 4-5.5 mg/kg i.m (Bourne et al., 2010).
  • kombinasi tiletamine-zolazepam dan medetomidine. Dosis 2 mg/kg tiletamine-zolazepam  dan 0.05 mg/kg medetomidine i.m (Bourne et al., 2010) atau dosis 1.7 mg/kg tiletamine-zolazepam dan 0.04 mg/kg medetomidien (Fleming dan Burn, 2014)
  • kombinasi tiletamine-zolazepam dan xylazin HCl. Dosis yaitu 3 mg/kg kg tiletamine-zolazepam dan 2 mg/kg xylazin HCl i.m (Caulkett dan Catter, 2002) atau 3.47 mg/kg tiletamine-zolazepam dan 0.65 mg/kg xylazin HCl i.m pada area area pantat dan bahu hewan (Azlan et al., 2010).
  • Isoflurane (gaseous anasthesia). Beruang biasanya di anastesi terlebih dahulu menggunakan kombinasi medetomidine dan tiletamine-zolazepam kemudian di intubasi dimana gas isoflurane digunakan untuk tujuan menjaga hewan tetap dalam kondisi teranastesi selama operasi (Fleming dan Burn, 2014).

Berdasarkan data dari Azlan et al. (2010) penggunaan kombinasi tiletamine-zolazepam dan xylazin HCl dengan dosis 3.47 mg/kg tiletamine-zolazepam dan 0.65 mg/kg xylazin HCl i.m pada beruang madu membutuhkan waktu induksi agar hewan teranastesi sepenuhnya sekitar 11-30 menit pasca injeksi anaesthetic. Pada masa ini, hewan yang teranastesi tiada menunjukkan gerakan respons dan aman untuk ditangani oleh operator. Data biologis yang dilaporkan dari penggunaan 3.47 mg/kg tiletamine-zolazepam dan 0.65 mg/kg xylazin HCl yaitu pulse 72-80 detak/menit, gerakan pernafasan (respirasi) 28-43 nafas/menit, temperature rectal 78.8-37.9 C,  haemoglobin oxygen saturation SpO2 88-90 %, serta waktu pemulihan tanpa reversal agent kurang dari 2 jam yaitu sekitar  124-186 menit (rata-rata 157 menit). Beberapa reaksi biologis yang dapat terlihat dari pengguaan anastetic ini seperti hypersalivasi serta berbusa dikarenakan efek samping dari xylazine dan titelamine-zolasepam yang menyebabkan terjadinya hypersalivasi dan efek produksi emetic (Azlan et al., 2010).

Tabel 5. Waktu induksi yang dibutuhkan untuk menimbulkan gejala awal teranastesi hingga respon teranastesi sepenuhnya pada beruang madu menggunakan kombinasi tiletamine-zolazepam dan xylazin HCl (Azlan et al., 2010)

Waktu induksi yang dibutuhkan untuk mengalami ataxia (menit)
Waktu induksi yang dibutuhkan untuk berada pada posisi duduk (menit)
Waktu induksi yang dibutuhkan untuk mengalami recumbency (menit)
Waktu induksi yang dibutuhkan untuk tidak berespon (menit)
3-14
5-24
7-25
11-30



Table 6. Parameter cardiopulmonary dan temperature rectal beruang madu setelah terjadinya rekumbensi menggunakan kombinasi tiletamine-zolazepam dan xylazin HCl (Azlan et al., 2010)

Parameter
Waktu setelah recumbency

0 menit
10 menit
20 menit
30 menit
PR (detak/menit)
80
76
74
72
RR (nafas/menit)
34
29
30
28
RT (C)
37.9
37.8
37.8
37.8
SpO2 (%)
89
89
88
90
PR=pulse rate, RR=respiratory rate; RT=rectal temperature; SpO2=haemoglobin oxygen saturation


Tabel 7. Waktu pemulihan (recovery time) beruang madu yang dianastesi dengan kombinasi tiletamine-zolazepam dan xylazin HCl (Azlan et al., 2010)



Waktu induksi yang dibutuhkan untuk terjadinya gerakan mengunyah / menjilat (menit)
Waktu induksi yang dibutuhkan untuk terjadinya gerakan mengangkat kepala (menit)
Waktu induksi yang dibutuhkan untuk mempertahankan posisi sternal
(menit)
Waktu induksi yang dibutuhkan untuk terjadinya gerakan mulai berdiri
(menit)
Waktu induksi yang dibutuhkan untuk mempertahankan  posisi berdiri
(menit)
45-151
55-164
91-175
112-180
124-186




Postingan populer dari blog ini

PROSEDUR HISTOLOGI: PEMBUATAN BLOK PARAFFIN DAN PEMOTONGAN

Metabolisme Zinc Pada Manusia Dan Hewan (Anjing & Kucing)

Ultrasonography (Usg) dan Aplikasinya Pada Pemeriksaan Organ Reproduksi Serta Diagnosa Kebuntingan & Foetal Sexing Pada Ternak