Asidosis Laktik (Rumenitis) Pada Sapi
Asidosis Laktik
(Rumenitis)
Asidosis laktik atau rumenitis merupakan penyakit yang dapat
terjadi akibat ternak makan terlalu lahap ataupun akibat cara memperkenalkan
makanan konsentrate yang tidak benar sehingga pengambilan karbohidrat jauh
melebihi kebutuhan ternak (Hamali, 1988).
Kelebihan karbohidrat akan meningkatkan kadar asam laktat dari
proses penguraian karbohidrate di rumen, sehingga derajat keasaman akan menurun
dan terjadi asidosis rumen. Derajat keasaman (pH) 5.5 akan menyebabkan dinding
rumen mudah mengalami luka Subronto, 2003). Bila hal ini terjadi dalam jangka
yang panjang, hewan dapat mengalami rumenitis sehingga dinding rumen dan
papilla menjadi tebal dan terdapat luka-luka kecil di mukosa rumen (Hamali,
1988).
Luka yang terbentuk pada dinding rumen akan menyebabkan bakteri
pathogen keluar dari rumen dan mengalir melalui pembuluh darah ke organ lain
seperti hati, peritoneum dan ginjal. Selain itu bakteri yang tidak tahan asam
akan mati serta produksi vitamin B1 juga akan menurun. Rumen juga
akan mengalami penurunan aliran darah, penurunan tonus, serta sel-sel nya juga
akan mengurangi kekurangan gizi dan lapisan mukosa akan mengalami kematiaan
(Subronto, 2003)
Gejala klinis
Ternak yang mengalami asidosis rumen akan menunjukkan gejala
kesakitan di daerah perut. Ternak akan tampak lesu, malas bergerak, nafsu makan
dan minum hilang. Asidosis akan menyebabkan hewan mengalami kenaikan frekuensi
pernafaan. Asidosis yang ringan ditandai dengan terjadinya diare namun bila
berlanjutan karena kekurangan cairan maka akan terjadi konstipasi (Subronto,
2003).
Sapi yang mengalami asidosis rumen yang berat terlihat tidak
seimbang (inkoordinasi) saat berjalan,
terkadang menabrak benda didepannya. Hewan juga akan mengalami laminitis akibat
bakteri yang beredar ke peredaran darah dan menyerang daerah kaki. Bila diikuti
dehidrasi yang berlebh, ternak juga akan mengalami anuria (tidak mengeluarkan
urin). Dalam masa 2-3 hari, ternak biasanya tidak mampu berdiri, dan bila sapi
telah ambruk, maka dapat terjadi kematian akibat shock serta dehidrasi
(Subronto, 2003).
Dalam mengenal pasti permasalahn ini perlu dapat dilakukan
eksplorasi rectal yang akan menunjukkan rumen akan mengalami distensi ke arah
lateral maupun medial. Pada kasus ini jumlah tidak banyak gas yang tertimbun di
atas ingesta, namun melalui hasil palpasi akan menunjukkan konsistensi isi
rumen yang padat dan liat (Subronto, 2003).
Terapi
Penanganan sapi yang mengalami asidosis dapat dilakukan bila
penyakit dapat dikenali dalam waktu yang cepat (1-2 hari). Untuk gangguan
bersifat awal dapat diberikan obat yang merangsang gerakan rumen seperti
physotigmin atau neostigmin dengan dosis 5 mg/100 kg berat badan secara s.c.
atau diberi magnesium sulfat atau sodium
sulfat dosis 50-100 gram selama 2 hari secara p.o. Terapi selanjutnya, hewan juga dapat diberi injeksi
antihistamin seperti diphenhidramin HCl dengan dosis 0.5-1 mg/kg berat badan
secara i.m atau i.v. Sangat penting untuk memperhatikan penggantian
cairan yang hilang. Perlu diingat pemberian cairan laktat ringer merupakan
kontraindikasi pada kasus ini.Untuk mengurangi asidosis dapat diberikan larutan
sodium bicarbonate 2.5% sebanyak 500 ml secara i.v secara perlahan-lahan. Bila
diberikan secara cepat dapat menyebabkan hewan mengalami alkaliemia yang ditandai
gejala tetani (kejang) serta peningkatan
frekuensi nafas. Untuk lebih aman dapat diberikan soda roti sebanyak 250
gram secara oral 2 kali sehari (Subronto, 2003).
BACK TO:
Komentar
Posting Komentar