Infestasi Parasit (Caplak, Cacing, Serta Protozoa) Pada Sapi
Parasit
Infestasi parasit baik ektoparasit seperti caplak serta
endoparasit seperti protozoa dan cacing biasa didapati pada ternak feedlot.
Infestasi Caplak dan
Cacing
Masalah parasit serperti
caplak dan cacing pada ternak feedlot biasanya tidak terlalu terlihat karena
hewan feedlot biasanya terdiri dari sapi dewasa yang kelihatan sehat (Hamali,
1988). Gejala klinis yang terjadi seperti lesu, penurunan nafsu makan serta
bulu yang kusam dan rontok.
Terapi
Untuk mengatasi masalah parasit seperti caplak biasanya dilakukan
perendaman atau penyemburan seluruh badan ternak dengan obat tertentu seperti
larutan Amitraz. Pemberian obat cacing kepada semua ternak yang akan digemukkan
hendaklah dilakukan (Hamali, 1988). Penentuan obat cacing yang tepat dan sesuai
dengan jenis cacing yang menginfestasi ternak merupakan hal yang harus
diperhatikan. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan sampel kotoran sapi. Untuk
mengetahui lebih lanjut tentang penggunaan obat cacing bisa dilihat pada
artikel Mekanisme Obat Cacing Pada Ternak.
Infestasi Protozoa
Ternak yang terserang parasit protozoa biasanya lebih menunjukkan
gejala klinis yang jelas. Penyakit pada sapi yang disebabkan oleh protozoa
antara lain Anaplasmosis, Babesiosis, Tripanosomosis dan Theileriosis.
Anaplasmosis disebabkan protozoa Anaplasma sp. Anaplasma biasanya
terdeteksi sebagai parasit intraseluler, bentukan sebuah titik kromatin tanpa sitoplasma pada tepi sel
darah merah ternak (Gambar 3). Penyakit ini dapat ditularkan oleh vector lalat
penghisap darah seperti Tabanus dan Stomoxis. Penggunaan jarum suntik yang sama
dari hewan yang sakit ke hewan yang sehat juga dapat menularkan penyakit. Ternak
yang terserang penyakit ini menunjukkan gejala demam, lesu, lemah, dan
terjadinya penurunan nafsu makan. Hewan akan mengalami sembelit dengan kotoran
bercampur darah dan lendir, pernafaan menjadi cepat dan berat, urin berwarna
gelap dan terjadi pembengkakan kelenjar limfe (Akoso, 1996).
Babesiosis disebabkan protozoa Babesia sp. Babesia biasanya terdeteksi
sebagai parasit intraseluler, berbentuk buah pir pada sel darah merah (Gambar 3). Penyakit ini ditularkan
oleh vector caplak. Ternak yang terserang penyakit ini menunjukkan gejala
demam, lesu, lemah, dan terjadinya penurunan nafsu makan. Hewan akan mengalami
anemia, pernafasan menjadi cepat, detak jantung menjadi cepat dan kuat, serta
urin berwarna merah (Akoso, 1996).
Theileriosis disebabkan protozoa Theileria sp. Theileria biasanya
terdeteksi sebagai parasit intraseluler, bentukan bulat, oval, piriform atau
koma dengan sitoplasma berwarna bening pada sel darah merah ternak (Gambar 3).
Penyakit ini dapat ditularkan oleh vector caplak coklat yaitu Rhipicephallus appendiculatus. Ternak
yang terserang penyakit ini menunjukkan gejala demam, lesu, lemah, dan
terjadinya penurunan nafsu makan. Hewan akan mengalami pembengkakan limfe yang
mecolok dibawah telinga dan bahu. Hewan mengalami kesulitan bernafas, keluar
cairan bening dan encer dari hidung, terdapat pendarahan titik pada mukosa gusi
bagian bawah dan bawah lidah, hewan terbaring dan mati (Akoso, 1996).
Tripanosomosis disebabkan protozoa Trypanosoma sp. Trypanosoma biasanya
terdeteksi sebagai parasit ekstraseluler, bentukan kumparan dengan ujung yang
lancip di salah satu sisi dan tumpul di sisi yang lain pada preparat apus darah
ternak (Gambar 3). Penyakit ini dapat ditularkan oleh lalat penghisap darah
seperti Tabanus dan Stomoxis serta vector lain seperti Pinjal. Ternak yang
terserang penyakit ini menunjukkan gejala demam, lesu, lemah, dan terjadinya
penurunan nafsu makan. Hewan akan mengalami kerontokan pada bulu, keluar
leleran mucopurulent dari hidung dan mata, kejang, sempoyongan dan berputar-putar
akibat gangguan syaraf (Akoso, 1996).
Gambar 3. Gambaran protozoa pada preparat apus darah sapi yaitu Anaplasma (A), Babesia (B), Theileria
(C) dan Trypanosoma (D) (Gambar A-C
oleh Walker, 2012; Gambar D oleh Brown, 2016).
Terapi
Hewan yang sakit akibat serangan anaplasma, babesia, trypanosome
maupun theileria sebaiknya diasingkan dan dilindungi dari gigitan vector. Semua
hewan yang peka harus diperiksa untuk membuktikan terbebas dari penularan.
Pengobatan dapat diberikan kepada hewan yang sakit serta hewan yang belum
terserang sebagai suntikan pencegahan (Akoso, 1996). Hewan yang terserang atau
rentan terhadap anaplasma, babesia, trypanosome maupun theileria dapat diterapi
dengan pemberian obat seperti Berenil (diminazine aceturate 7%) dengan dosis 3.5-7 mg/kg berat badan secara
i.m
BACK TO:
Komentar
Posting Komentar